KH. Abdul Wahab Hasbullah
Gerakan Pemuda Ansor adalah sebuah organisasi kemasyaratan pemuda
di Indonesia, yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi ini
didirikan pada tanggal 24 April 1934. GP Ansor juga mengelola Barisan Ansor
Serbaguna (Banser).
Sejarah
lahirnya GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kelahiran dan
gerakan NU itu sendiri. Tahun 1921 telah muncul ide untuk mendirikan organisasi
pemuda secara intensif. Hal itu juga didorong oleh kondisi saat itu, di
mana-mana muncul organisasi pemuda bersifat kedaerahan seperti, Jong Java, Jong
Ambon, Jong Sumatera, Jong Minahasa, Jong Celebes dan masih banyak lagi yang
lain.
Dibalik ide itu, muncul perbedaan pendapat antara kaum modernis dan tradisionalis. Disebabkan oleh perdebatan sekitar tahlil, talkin, taqlid, ijtihad, mazhab dan masalah furuiyah lainnya. Tahun 1924 KH. Abdul Wahab membentuk organisasi sendiri bernama Syubbanul Wathan (pemuda tanah air). Organisasi baru itu kemudian dipimpin oleh Abdullah Ubaid (Kawatan) sebagai Ketua dan Thohir Bakri (Peraban) sebagai Wakil Ketua dan Abdurrahim (Bubutan) selaku sekretaris.Setelah Syubbanul Wathan dinilai mantap dan mulai banyak remaja yang ingin bergabung. Maka pengurus membuat seksi khusus mengurus mereka yang lebih mengarah kepada kepanduan dengan sebutan “ahlul wathan”. Sesuai kecendrungan pemuda saat itu pada aktivitas kepanduan sebagaimana organisasi pemuda lainnya.[2]
Setelah NU berdiri (31 Januari 1926), aktivitas organisasi pemuda pendukung KH. Abdul Wahab (pendukung NU) agak mundur. Karena beberapa tokoh puncaknya terlibat kegiatan NU. Meskipun demikian, tidak secara langsung Syubbanul Wathan menjadi bagian (onderbouw) dari organisasi NU. Atas inisiatif Abdullah Ubaid, akhirnya pada tahun 1931 terbentuklah Persatuan Pemuda Nahdlatul Ulama (PPNU). Kemudian tanggal 14 Desember 1932, PPNU berubah nama menjadi Pemuda Nahdlatul Ulama (PNU). Pada tahun 1934 berubah lagi menjadi Ansor Nahdlatul Oelama (ANO). Meski ANO sudah diakui sebagai bagian dari NU, namun secara formal organisasi belum tercantum dalam struktur NU, hubungannya masih hubungan personal.
Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU) dari situasi ‘’konflik'’ internal dan tuntutan kebutuhan alamiah. Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh, dan pembinaan kader. KH Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam. dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH Abdul Wahab ,yang kemudian menjadi pendiri NU membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air). Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama
Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab (ulama besar sekaligus guru besar
kaum muda saat itu), yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi
Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan
membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat
mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat
perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO
(yang kelak disebut GP Ansor) harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar
Sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam
menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam. Inilah komitmen awal yang
harus dipegang teguh setiap anggota ANO (GP Ansor).
Meski
ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum
tercantum dalam struktur organisasi NU. Hubungan ANO dengan NU saat itu masih
bersifat hubungan pribadi antar tokoh. Baru pada Muktamar NU ke-9 di
Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO
diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU dengan pengurus
antara lain: Ketua H.M. Thohir Bakri; Wakil Ketua Abdullah Oebayd; Sekretaris
H. Achmad Barawi dan Abdus Salam (tanggal 24 April itulah yang kemudian dikenal
sebagai tanggal kelahiran Gerakan Pemuda Ansor).
Dalam
perkembangannya secara diam-diam khususnya ANO Cabang Malang mengembangkan
organisasi gerakan kepanduan yang disebut Banoe (Barisan Ansor Nahdlatul
Oelama) yang kelak disebut BANSER (Barisan Serbaguna). Dalam Kongres II ANO di
Malang tahun 1937. Di Kongres ini, Banoe menunjukkan kebolehan pertamakalinya
dalam baris berbarisdengan mengenakan seragam dengan Komandan Moh. Syamsul
Islam yang juga Ketua ANO Cabang Malang. Sedangkan instruktur umum Banoe Malang
adalah Mayor TNI Hamid Rusydi, tokoh yang namaya tetap dikenang dan bahkan
diabadikan sebagai salah satu jalan di kota Malang.Salah satu keputusan penting
Kongres II ANO di Malang tersebut adalah didirkannya Banoe di tiap cabang ANO.
Selain itu, menyempurnakan Anggaran Rumah Tangga ANO terutama yang menyangkut
soal Banom.
Pada
masa pendudukan Jepang organisasi-organisasi pemuda diberangus oleh pemerintah
kolonial Jepang termasuk ANO. Setelah revolusi fisik (1945 – 1949) usai, tokoh
ANO Surabaya, Moh. Chusaini Tiway, melempar mengemukakan ide untuk mengaktifkan
kembali ANO. Ide ini mendapat sambutan positif dari KH. Wachid Hasyim – Menteri
Agama RIS kala itu, maka pada tanggal 14 Desember 1949 lahir kesepakatan
membangun kembali ANO dengan nama baru Gerakan Pemuda Ansor, disingkat Pemuda
Ansor (kini lebih pupuler disingkat GP Ansor).
GP
Ansor hingga saat ini telah berkembang sedemikan rupa menjadi organisasi
kemasyarakatan pemuda di Indonesia yang memiliki watak kepemudaan, kerakyatan,
keislaman dan kebangsaan. GP Ansor hingga saat ini telah berkembang memiliki
433 Cabang (Tingkat Kabupaten/Kota) di bawah koordinasi 32 Pengurus Wilayah
(Tingkat Provinsi) hingga ke tingkat desa. Ditambah dengan kemampuannya
mengelola keanggotaan khusus Banser (Barisan Ansor Serbaguna) yang memiliki
kualitas dan kekuatan tersendiri di tengah masyarakat.
Di
sepanjang sejarah perjalanan bangsa, dengan kemampuan dan kekuatan tersebut GP
Ansor memiliki peran strategis dan signifikan dalam perkembangan masyarakat
Indonesia. GP Ansor mampu mempertahankan eksistensi dirinya, mampu mendorong
percepatan mobilitas sosial, politik dan kebudayaan bagi anggotanya, serta
mampu menunjukkan kualitas peran maupun kualitas keanggotaannya. GP Ansor tetap
eksis dalam setiap episode sejarah perjalan bangsa dan tetap menempati posisi
dan peran yang stategis dalam setiap pergantian kepemimpinan nasional.
0 Komentar